Kontradiksi Di Balik Kedatangan Timnas Argentina
Sebagian besar penggila sepakbola di Indonesia, termasuk saya, sangat bahagia ketika Juara Dunia dan sekaligus peringkat 1 FIFA datang ke Indonesia. Gebrakan Erick Tohir dan pengurus baru PSSI sungguh luar biasa. Dengan memanfaatkan jaringannya, termasuk melalui Javier Zanetti, legenda sepakbola Argentina, Erick Tohir berhasil membawa Timnas Argentina ke Indonesia.
Ini merupakan gebrakan Erick Tohir kedua, setelah mampu meraih emas di Sea Games dan sekaligus mengobati kekecewaan masyarakat Indonesia ketika gagal menjadi tuan rumah FIFA World Cup U20.
Apapun motivasi di balik keberhasilan mendatangkan Timnas Argentina, publik seakan tidak mau tahu. Yang penting pada tanggal 19 Juni 2023 nanti, publik dapat melihat secara langsung atau menonton secara live melalui televisi bagaimana Lionel Messi, pemain terbaik dunia, bersama dengan tim terbaik dunia akan bermain di Stadion Utama Gelora Bung Karno.
Perang untuk mendapatkan tiket (ticket war atau war tiket) pertandingan persahabatan Argentina vs Timnas Indonesia dipredikasi 5 kali lebih heboh dari pembelian tiket Coldplay (CNN). Prediksi tersebut wajar saja mengingat pertandingan Timnas Argentina vs Timnas Indonesia merupakan showbiz (hiburan) terbesar bagi penggemar sepakbola Indonesia yang mencapai 200 juta orang (73% dari penduduk Indonesia). Bahkan peminatnya bisa jadi lebih dari lima kali lipat pemburu tiket coldplay.
Saya pun bersama keluarga berencana mendapatkan tiket tersebut. Berbagai persiapan sudah kami lakukan, antara lain berusaha memahami mekanisme pembelian lewat tiket.com dan website PSSI, menyiapkan persyaratan (akun, identitas, kartu debit BRI atau kartu kredit), menyiapkan beberapa perangkat yang akan digunakan, memilih internet tercepat dan stabil di dekat lokasi server tiket.com atau website PSSI, bersiap sedini mungkin sebelum war tiket berlangsung, dan yang terakhir banyak berdoa dan sabar (tidak panic buying).
Di luar kehebohan di atas, saya mencatat beberapa kontradiksi di balik pertandingan sepakbola antara Timnas Indonesia vs Timnas Argentina. Yaitu kontradiksi dari sisi keuangan, teknis, atau bahkan politis.
PSSI sukses memecahkan berbagai rekor sepakbola Indonesia. Untuk pertama kalinya, PSSI berhasil mengundang Juara Dunia sekaligus peringkat 1 FIFA. Untuk pertama kalinya, PSSI mampu mendatangkan Pemain Terbaik Dunia di abad ini (Semoga Messi datang!). Namun PSSI sekaligus juga sukses mengeluarkan biaya terbesar sepanjang sejarah PSSI dalam rangka mengundang sebuah tim sepakbola ke Indonesia.
Setelah menjadi juara dunia, Argentina menjadi tim termahal nilainya di dunia. Penawaran untuk mengundang Timnas Argentina mulai dari USD 5 juta atau sekitar Rp75 miliar dengan kurs hari ini. Meskipun sangat mahal, terdapat belasan peminat untuk mendatangkan Timnas Argentina pada bulan Juni 2023. Peminat tersebut berasal dari Amerika Serikat, China, Australia, Indonesia, UEA, atau Bangladesh. Bahkan peminat dari China sudah menawar ratusan miliar (90 atau 100 miliar rupiah). Itu belum termasuk pembagian hasil penjualan tiket, hak siar TV, dan lain-lain yang harus dibagi untuk PSSI dan AFA (PSSI-nya Argentina).
Berapa ya kira-kira biaya yang harus dikeluarkan PSSI untuk mendatangkan Timnas Argentina ini? Erick Tohir tidak mau berterus-terang besar dan sumber dana untuk mendatangkan Timnas Argentina. Namun demikian, Erick Tohir, yakin bahwa dengan pemasukan dari tiket, media, hingga sponsor kegiatan ini akan profit.
Prinsip transparansi keuangan mengharuskan semua proses keuangan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik.
Siapa saja sponsor yang berani membiayai kegiatan hanya sehari dengan biaya ratusan miliar (cost-benefit)? Bagaimana dengan keterlibatan BUMN dalam sponsorhip ini seperti halnya BRI? BUMN mana lagi yang dikerahkan untuk menjadi sponsor? Apakah BUMN dengan birokrasi berliku dan tata kelola “ruwet bin njlimet” dapat menjadi sponsor untuk sebuah kegiatan berbiaya besar dan termasuk kategori “mendadak” ini?
Mengutip dari antaranews.com, staf khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, menjelaskan bahwa tidak adanya sponsor balapan mobil listrik Formula E dari BUMN lantaran proposal sponsorship yang diajukan panitia penyelenggara Jakarta E-Prix 2022 rata-rata sebulan sebelum pertandingan. BUMN memerlukan waktu untuk melakukan proses pengkajian sponsorship, termasuk pengkajian secara kelayakan bisnis dan model kerjasama agar memenuhi prinsip Good Corporate Governance (GCG).
Laporan keuangan PSSI kepada publik tergolong informasi rahasia. PSSI tidak pernah mau membuka berapa besar pemasukan dan pengeluarannya. Gugatan keterbukaan laporan keuangan PSSI sempat diajukan Forum Diskusi Suporter Indonesia pada tahun 2015. Komisi Informasi Publik (KIP) memerintahkan PSSI membuka laporan keuangannya kepada masyarakat. PSSI melawan dengan mengajukan banding dan kasasi. Akhirnya Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi PSSI dan menyatakan keuangan PSSI bukan bagian dari data publik yang harus dibukan untuk umum. Laporan Keuangan PSSI pun masih menjadi misteri sampai hari ini.
Sumber dana PSSI cukup besar baik dari sponsor, hak siar, bantuan pemerintah, dan lain-lain. Achsanul Qosasi, anggota BPK dan bos Madura United, menjabarkan bahwa sumber utama dana PSSI berasal dari kompetisi dan hak siar tim nasional mencapai angka Rp 500 miliar per tahunnya (CNN). Misalnya, sumber pendapatan PSSI yang berasal dari hak siar Indosiar untuk menayangkan pertandingan liga 1 mencapai 230 miliar rupiah. Menariknya, Erick Tohir menyatakan bahwa anggaran PSSI tahun 2023 untuk membiayai kegiatan PSSI selama setahun sebesar 260 miliar rupiah. Artinya terdapat gap atau selisih antara pemasukan 500 miliar dengan anggaran pengeluaran 260 miliar rupiah.
Meskipun belum mau transparan, Erick Tohir berjanji semua akan terbuka pada waktunya setelah diaudit oleh Ernst & Young . Sebagai informasi PSSI sudah menunjuk Ernst & Young, salah satu dari 4 auditor terbesar di dunia (Big Four), untuk mengaudit laporan keuangan PSSI.
Apakah Erick Tohir selaku pengusaha, merangkap menteri, merangkap ketua umum PSSI, dan merangkap “politisi” bisa menepati janjinya untuk transparan terkait keuangan PSSI? Yuk sama-sama kita kawal demi kemajuan sepakbola Indonesia.
Mengutip pendapat Akmal Marhali, biaya yang begitu besar untuk mendatangkan Timnas Argentina bisa dipergunakan untuk membangun persepakbolaan Indoensia, pembinaan usia dini, atau membayar utang wasit dan match commissioner yang hanya Rp2,16 miliar.
Sedangkan dari sisi teknis, apakah PSSI tidak terlalu “lebay” untuk mendatangkan tim peringkat 1 melawan timnas Indonesia yang berada di peringkat 149 FIFA? Kemampuan teknis keduanya sangat jauh berbeda. Sedangkan melawan negara-negara ASEAN seperti Vietnam (peringkat 95 dunia), Thailand (peringkat 114 dunia), dan Malaysia (peringkat 138 dunia), Timnas Indonesia senior masih sering keteteran dalam satu dekade ini.
Cak Lontong bilang bahwa Indonesia belum pernah kalah melawan Timnas Argentina. Sebuah “satire” tentang Timnas Indonesia yang belum pernah kalah melawan tim-tim juara dunia, meskipun sering kalah melawan negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, dan Malaysia.
Erick Tohir menyatakan bahwa soal pembangunan mental, harganya tidak bisa dihitung dengan uang. Senada dengan Erick Tohir, pengamat sepakbola yang biasanya kritis dengan PSSI, Akmal Marhali juga sependapat bahwa pertandingan melawan Timnas Argentina dapat memberikan banyak pelajaran dan ujian mental bagi Timnas Indonesia. Ketika nanti menghadapi Timnas Argentina, semoga mental pemain Timnas Indonesia tidak segrogi seperti ketika menghadapi Vietnam dan Thailand.
Sebagai pengingat, tahun 2010, Timnas Indonesia dibantai 7-1 oleh Timnas Uruguay yang dinakhodai Luis Suares dan Edison Cavani. Sedangkan tahun 2013, Timnas Indonesia juga kalah 0-3 melawan Timnas Belanda yang diperkuat Van Persie, Arjen Robben, dan Wesley Sneijder. Jika berkaca pada dua pertandingan tersebut, Timnas Uruguay dan Timnas Belanda tidak bermain ngotot. Mereka lebih pada memberi hiburan (entertain) kepada masyarakat Indonesia yang dikenal “penggila” sepakbola.
Apakah pertandingan persahabatan Timnas Indonesia dengan negara-negara kuat sepakbola di atas mempengaruhi mental pemain Indonesia? Beberapa pengamat sepakbola pesimis dalam 1 kali pertandingan akan berdampak signifikan pada mental pemain Indonesia. Terbukti, setelah bertanding dengan tim kuat di atas, di tingkat senior, Timnas Indonesia masih sering grogi ketika menghadapi Vietnam dan Thailand. Sebagai penggemar sepakbola, kita sering menyaksikan bagaiman dominannya Timnas Indonesia ketika melawan Timor Leste, Kamboja, Brunei, dan lain-lain. Namun begitu ketemu Vietnam dan Thailand, mental pemain langsung drop sehingga tidak bisa mengeluarkan kemampuan sesungguhnya.
Pembentukan mental dan pengembangan teknik pemain Indonesia harus dimulai sejak dini. Perlu waktu bertahun-tahun dan tidak bisa dengan cara instan. Mengutip Kompas.com, pelatih timnas Indonesia Shin Tae Yong prihatin dengan kemampuan dasar pemain Timnas Indonesia. Shin Tae Yong lewat penerjemahnya menyatakan, ”Kalian ini mengoper (bola) saja tidak bisa. Anak sekolah dasar saja bisa passing seperti ini. Kalian ini, kan, pemain timnas. Apa tidak malu dengan predikat ini?”.
Kontradiksi yang terakhir dari aspek politis. Sebagian pengamat dan netizen di Indonesia berpendapat bahwa keinginan Erick Tohir menjadi Ketua Umum PSSI dan membuat berbagai gebrakan di PSSI merupakan bagian strategi pencitraan Erick Tohir terkait dengan ambisinya menjadi cawapres. Kegigihan Erick Tohir untuk mendatangkan Timnas Argentina diprediksi juga ada motif politis. Tidak hanya di dalam negeri, seorang wartawan sepakbola dari Inggris juga punya pendapat serupa.
Rory Smith, chief soccer correspondent The New York Times, menyatakan bahwa masing-masing pihak yang berebut mengundang Timnas Argentina punya alasan sendiri-sendiri. Ada yang karena merupakan kehormatan untuk berada di lapangan yang sama dengan juara dunia. Namun ada juga manfaat yang melenceng ke politik (the potential benefits strayed into the political) sebagaimana dikutip dalam The New York Times (lihat link di sini). Kira-kira motivasi politik sebagaimana disinyalir oleh Rory Smith, wartawan New York Times yang berdomisili di Inggris, apakah benar diarahkan ke Erick Tohir?
Semoga niat mulia dan berbagai gebrakan yang dilakukan Erick Tohir bersama PSSI dapat memajukan dunia sepakbola Indonesia. Kapabilitas Erick Tohir sebagai pengusaha besar, menteri BUMN, mantan pemilik Inter Milan, networking di dunia internasional, dan sebagainya punya dampak besar. Apapun motivasinya, sebagai penggemar sepakbola, kami berdoa agar Erick Tohir tetap memimpin PSSI empat tahun ke depan. Kita dukung dan kawal bersama demi kemajuan sepakbola Indonesia.